Rapat organisasi sering terlihat seperti kegiatan formal yang penuh diskusi serius—tapi kenyataannya jauh lebih kompleks dari itu. Di balik meja rapat yang penuh kertas, laptop, dan notula, ada proses panjang yang membentuk dinamika kerja tim: perbedaan pendapat, kompromi, tekanan waktu, dan keputusan yang harus dibuat meski kondisi fisik dan mental sedang tidak ideal. Rapat panjang sering kali dimulai dengan semangat, namun berakhir dengan kelelahan karena berbagai revisi konsep, perubahan rundown, atau perdebatan ide yang tidak kunjung selesai. Meski melelahkan, justru di momen-momen seperti inilah aku belajar banyak hal tentang komunikasi dan empati. Aku belajar bahwa setiap orang datang dengan perspektif berbeda, bahwa ide bagus tidak selalu harus dipaksakan, dan bahwa menjadi bagian dari tim berarti mampu mendengarkan sebanyak berbicara. Rapat panjang mengajarkan bahwa organisasi bukan sekadar tempat berkumpul, tetapi tempat bertumbuh—baik dalam kemampuan berkolaborasi maupun dalam memahami diri sendiri ketika berada di tengah tekanan. Dan di akhir hari, meskipun sering pulang larut atau merasa capek, selalu ada kepuasan kecil karena sudah melangkah bersama tim untuk mencapai tujuan yang sama.